Keberhasilan meracik jamu bawang tiwai ini ,diawali ketika dirinya menderita penyakit kanker usus 4 tahun lalu dan telah divonis dokter 4 tahun meninggal. Meskipun telah divonis tidak berumur panjang namun dirinya tidak menyerah, tetap berjuang bagaimana mencari alternatif menyembuhkan penyakitnya itu. Mungkin karena neneknya seorang apoteker sehingga dalam dirinya mewarisi ilmu meracik obat-obatan alami/ tradisional perpaduan antara cina, dayak, dan jawa.
Setelah dirinya yakin sembuh, dan banyak kalangan mananyakan resepnya, Subiantoro kemudian mencoba meraciknya untuk kalangan terbatas ternyata mendapatkan respon banyak yang sembuh berkat ramuanya itu sampai sekarang, bahkan sampai ke luar pulau.
Mengenai bahan baku bawang tiwai itu, dirinya tidak ada masalah sebab sudah antisipasi membudidayakanya apalagi membudidayakan bawang tiwai tidak sulit, bisa di tanam di mana-mana. Menyangkut pesaing, ia tidak takut sebab ramuan-ramuan itu ada campuran bahan lainya yang sulit di tiru orang.
Saya sempat keliling Surabaya dari sinshe ke sinshe untuk berguru di samping itu mencari kesembuhan penyakit saya, ternyata tidak sia-sia atas kemurahan Tuhan penyakit saya sudah parah bisa sembuh, papar bapak dua anak itu.
Di akuinya produksinya masih terbatas dan di tangani Home Industri, hanya memenuhi pesanan. Akibatnya hingga kini kewalahan menerima order.
Agar tidak diragukan oleh konsumen. Produksinya telah diuji klinis di Yayasan Kanker Indonesia di Sidoarjo (Jawa Timur).
Subiayantoro yang kini masih aktif bekerja di PT Total mengatakan, zaman sekarang slogan kemanusiaan hanya omong kosong belaka, sebab kesehatan hanya milik orang kaya kalau orang miskin sakit tidak punya uang pasti tidak tertolong. Sehingga dirinya setelah sembuh dari penyakitnya,tetap bertekad melestarikan usaha ramuan asli Kalimantan “Bawang Tiwai” ini.
Sumber : di sini